CAKRAMANGGILINGAN

berputar, mengikuti yang sudah ditetapkan

Menikah Beda Agama dengan Warga Negara Jepang di Wonosobo, Jawa Tengah

Tahun 2010 saya memutuskan berangkat ke Jepang untuk melanjutkan belajar ke jenjang S2. Tidak disangka saya bertemu dengan si jodoh, yaitu teman satu angkatan S2 di Fakultas Pertanian. Pada tanggal 12 Juni 2015, kami menikah secara Katholik di Kapencar, Wonosobo. Persiapan pernikahan kami cukup menguras tenaga, waktu, dan hati. Maka, meski sedikit, saya ingin berbagi pengalaman tentang prosedur menikah dengan warga negara Jepang (WNJ). Tetapi perlu menjadi catatan bahwa pengalaman saya ini berlaku untuk saya. Sebab, meski kita sama-sama orang Indonesia, kemungkinan besar peraturan dan kebijakan di masing-masing daerah berbeda-beda, sehingga menyebabkan cerita persiapan pernikahannya juga akan berbeda. Oleh sebab itu, judul tulisan saya ini spesifik.

Menikah dengan WNJ dibilang susah-gampang-susah-gampang ^^. Sepanjang pengalaman, kami mengikuti prosedur dan tidak menemukan halangan berarti. Sebelum memutuskan menikah dan selama satu tahun persiapan, kami menimbang tiga hal penting berikut ini;

  1. Akan menikah di negara mana dulu, Indonesia atau Jepang?
  2. Kami berbeda keyakinan, lalu apakah akan menjadi pernikahan satu agama atau tetap beda agama?
  3. Karena berbeda negara, kami perlu memutuskan akan tinggal dimana setelah menikah?

Akan menikah dimana dulu, Indonesia atau Jepang.

Masing-masing negara punya adat istiadatnya sendiri. Kami masing-masing ingin mengikuti tradisi tempat kelahiran kami, maka semua proses persiapan dan penentuan kami dasarkan pada adat Jawa dan Jepang. Sesuai adat Jawa, pernikahan diselenggarakan di rumah mempelai wanita. Di Jepang (entah seluruh Jepang atau hanya Ibaraki saja), pernikahan diselenggarakan oleh pihak keluarga mempelai laki-laki. Melalui komunikasi intensif antar keluarga dan kami berdua, kami setuju untuk melaksanakan pernikahan di Indonesia terlebih dahulu. Sebulan kemudian acara pernikahan di Jepang.

Tanggal, hari, dan jam pernikahan ditentukan dengan seksama berdasarkan weton (hari lahir dalam kalender Jawa) saya dan calon suami. Di Jepang, hari pernikahan dipilih di akhir pekan supaya tidak mengganggu aktifitas kerja tamu undangan. Seperti halnya dengan adat Jawa, kalender Jepang digunakan untuk mengetahui apakah hari yang ditentukan tersebut hari baik, biasa, atau kurang baik.

* surat ijin menikah bagi Warga Negara Jepang

Karena pernikahan akan dilakukan pertama kali di Indonesia, maka calon suami saya harus meminta ijin dan rekomendasi untuk menikah di Indonesia dengan WNI. Surat tersebut dapat diperoleh dari Kedutaan Besar atau Konsulat Jepang di Indonesia. Tempat tinggal saya masuk wilayah Propinsi Jawa Tengah, dimana hubungan dengan negara Jepang dikoordinasi langsung di Kedutaan Besar Jepang di Jakarta. Pembagian wilayah ini dapat dicek di sini;

http://www.id.emb-japan.go.jp/conind.html

Kami dibantu informasi oleh beberapa teman Indonesia yang menikah dengan WNJ di Indonesia. Syarat-syarat yang diperlukan dapat dilihat di sini;

http://www.id.emb-japan.go.jp/visaj_03.html#%E3%82%A4%E4%BA%BA%E3%81%A8%E3%81%AE%E5%A9%9A%E5%A7%BB

Kami menelfon langsung kedutaan besar untuk mengkonfirmasi persyaratan dan prosedur yang berlaku. Semua persyaratan dikirimkan melalui FAX, lalu menelfon kembali untuk memastikan syarat-syarat sudah terkirim serta membuat janji hari pengambilan surat rekomendasi. Di Kedutaan Besar Jepang di Jakarta, pengambilan surat rekomendasi tidak bisa diwakilkan alias calon suami saya harus datang langsung. Sedangkan menurut pengalaman teman saya yang berurusan dengan konsulat Jepang di Makassar, memasukkan berkas dan pengambilan surat bisa diwakilkan calon istri (WNI). Jadi penting untuk menelfon dan menanyakannya langsung.

Sesuai dengan hari yang disetujui oleh karyawan Kedubes Jepang di Jakarta, kami datang untuk mengambil surat rekomendasi. Karena syarat-syarat sudah dikirimkan terlebih dahulu, maka kami hanya datang untuk pengambilan. Berbeda jika datang dan memasukkan persyaratan pada pagi hari, maka surat rekomendasi baru bisa didapatkan besok siang harinya. Kami hanya perlu waktu 10 menit menunggu sesuai nomor antrian lalu tidak lebih dari 3 menit kami mendapatkan surat rekomendasi. Biaya yang dikenakan tertera pada bagian kanan bawah surat. Besarannya adalah Rp 140.000,- Ya, kami berdua hanya tertawa-tawa, karena kami harus naik pesawat dari Jepang PP dengan harga yang tidak murah (karena pas golden week, libur panjang di Jepang), sementara biaya yang dikenakan tidak seberapa ^^

* N1, N2, N3, N4, N5, dan surat pernyataan Perjaka/Perawan

Setelah surat ijin dan rekomendasi dari Kedubes diperoleh, maka prosedur pengajuan persyaratan pernikahan ke Desa sudah bisa dimulai. Saya dan calon suami mendaftarkan pernikahan ke Balai Desa. Saya membawa serta Akta Kelahiran, KTP, foto 4×6 satu lembar, dan KK. Calon suami saya membawa Passport. Sembari ditanyai bermacam-macam, pamong Desa membuatkan surat-surat persyaratan pernikahan (N1, N2, N3, N4, N5, dan surat pernyataan perawan) untuk saya. Sementara itu, koseki tohon (semacam KK yang meliputi akta pernikahan orang tua dan akta kelahiran calon suami) dan doukushin shoumeishou (surat keterangan perjaka) dari calon suami semua tertulis dalam huruf kanji Jepang. Maka, saya diminta untuk membuatkan N1, N2, N3, N4, N5, dan surat pernyataan perjaka dengan format sama dengan yang dikeluarkan Kabupaten Wonosobo. Surat keterangan sehat dan surat-surat lain diminta untuk diterjemahkan dalam Bahasa Indonesia untuk mempermudah pegawai Catatan Sipil Kabupaten Wonosobo dalam meneliti dokumen. Saya bersyukur karena terjemahan boleh dilakukan sendiri. Bayangkan kalau harus oleh badan penerjemah resmi. Mungkin akan memerlukan waktu dan biaya yang tidak sedikit ^^

Setelah semua persyaratan siap, pihak gereja membantu memasukkan semua berkas ke kantor Catatan Sipil. Persyaratan-persyaratan ini kemungkinan berbeda di masing-masing Kabupaten. Jadi, mintalah keterangan selengkap-lengkapnya di Kabupaten tempat tinggal Anda.

Kami berdua berbeda keyakinan, saya beragama Katholik dan calon suami saya beragama Budha.

Kami masing-masing ingin tetap memeluk keyakinan kami, maka kami mempersiapkan dua hal besar berkaitan dengan keinginan kami ini. Berkaitan dengan pelaksanaan pernikahan secara agama, kami dan keluarga setuju untuk melaksanakannya menurut tata cara gereja Katholik. Sedangkan di pencatatan sipil, kami akan tetap pada agama masing-masing.

* Hukum gereja

Kami mengikuti prosedur menurut hukum gereja Katholik untuk menikah dengan pemeluk non-Katholik. Persiapannya memakan waktu kurang lebih 4 bulan. Di akhir, kami mendapatkan surat dispensasi dari gereja Katholik. Dispensasi tersebut digunakan sebagai salah satu persyaratan menikah di gereja Katholik dan sebagai surat keterangan pemuka agama yang diajukan ke kantor Catatan Sipil Kabupaten Wonosobo. Surat dispensasi tersebut sekaligus menjadi bukti hukum yang kuat bahwa kedua mempelai telah diberi ijin secara agama untuk menikah.

* Hukum negara

Menurut hukum negara, kantor Catatan Sipil memberi penjelasan bahwa kami perlu mendapatkan ijin/dispensasi dari negara untuk menikah secara beda agama. Surat ijin/dispensasi tersebut bisa kami peroleh melalui persidangan di Pengadilan Negeri (PN) Kabupaten Wonosobo. Secara garis besar, saya dan keluarga beserta dua orang yang kami minta untuk menjadi saksi pernikahan kami datang memenuhi undangan persidangan pada tanggal dan jam yang ditentukan. Beberapa hari kemudian, saya datang kembali ke persidangan untuk mendengarkan keputusan. Permohonan saya untuk menikah dengan WNJ secara berbeda agama dikabulkan. Pada hari itu juga, saya mendapatkan surat ijin/dispensasi yang dimaksud. Surat tersebut lalu diserahkan ke kantor Catatan Sipil sebagai dasar bahwa pernikahan kami dijinkan oleh Negara Republik Indonesia dan diperbolehkan untuk dicatatkan di kantor Catatan Sipil Kabupaten Wonosobo.

Tentang detail prosedurnya mungkin akan saya bagi dalam tulisan yang lain, mengingat hal ini ternyata sangat sensitive dan juga menggelitik saya untuk belajar sedikit tentang hukum menikah berbeda agama di negara kita.

******************************* ♥♥

Kenapa kutipan ya? excerpt?

                Kenapa kutipan ya? excerpt?

Dengan demikian, persyaratan dan prosedur kami penuhi. Pernikahan dilaksanakan di gereja, lalu kami sah menjadi suami-isteri secara agama. Surat perkawin dari gereja kami tanda tangani setelah pemberkatan dan kami peroleh hari itu juga. Petugas kantor Catatan Sipil datang pada hari pernikahan di waktu yang ditentukan. Sidang pernikahan dilaksanakan, pihak berkepentingan membubuhkan tanda tangannya, lalu kami dinyatakan sah sebagai suami-isteri secara hukum Negara RI. Akta pernikahan didapatkan beberapa minggu setelah pernikahan kami (yang meninggalkan tanda tanya besar atas kinerja Bapak petugas tersebut). Akta pernikahan ini diterjemahkan ke dalam Bahasa Jepang (kanji Jepang) oleh suami dan digunakan sebagai bukti untuk mencatatkan pernikahan kami di kantor Catatan Sipil di wilayah tempat tinggal kami di Jepang (Sapporo, Hokkaido. Samakah dengan wilayah lain ya?). Pencatatan pernikahan di Jepang lebih baik secepatnya dan tidak lebih dari tiga bulan setelah menikah di Indonesia. Meski saya masih menggerutu, tapi kami perlu bersyukur karena akhirnya Akta Pernikahan kami dapatkan lima minggu setelah menikah, masih di dalam tenggang waktu yang disarankan. Pencatatan pernikahan di Jepang memakan waktu 30 menit. Kami menerima koseki tohon (KK) dengan kepala keluarga adalah suami saya dan saya isterinya. Biaya yang dikenakan (dengan kuitansi tentu saja, dan tidak ada biaya tanpa kuitansi) adalah sebesar ¥340 (sekitar Rp 34.000,-). Hati senang dan lega, saudara-saudara ^^

Tempat tinggal setelah menikah

Suami saya bekerja di Jepang, sementara saya pengangguran di Indonesia ^^. Kami berdua setuju untuk tinggal di Jepang setelah menikah. Maka, pengajuan Spouse Visa ke kantor imigrasi wilayah Jepang dipersiapkan. Akta pernikahan dari Indonesia dan Jepang (koseki tohon) menjadi bukti utama, jadi akta nikah itu ajian ampuh lo ^^ (bisa dibayangkan betapa gemesnya saya menanti akta pernikahan dari Indonesia bukan). Berkenaan dengan status tinggal di negara Jepang, saya juga perlu mencatatkan kependudukan saya (warga negara asing) di kantor wilayah. Berkaitan dengan masa depan, saya juga perlu mendaftar asuransi kesehatan ^^

♥♥

Demikian pengalaman saya. Semoga membantu sebagai referensi Anda yang akan mempersiapkan pernikahan dengan WNJ. Mengenai hal-hal di luar kendali terutama yang berkenaan dengan biaya di Indonesia, pasti akan sangat-sangat berbeda di masing-masing wilayah. Saya turut mendoakan semoga persiapan Anda lancar, tanpa ada kibul-kibulan prosedur atau uang abal-abal (paling tidak jumlahnya masih bisa diterima akal sehat. Syukur sekali kalau sesuai prosedur dan hukum saja.).

Happy preparation ♥

8 comments on “Menikah Beda Agama dengan Warga Negara Jepang di Wonosobo, Jawa Tengah

  1. kaylamubara
    August 17, 2015

    prosedurnya lumaya juga ya …

    • yufitadwichinta
      August 21, 2015

      betul. Namanya juga nikah beda negara plus beda agama pula ^^

  2. Natasya
    February 12, 2016

    mba, kalau antara Islam dan calon suami tidak punya agama bagaimana ya? tolong ya Mba sarannya. dia wnj juga.

    • yufitadwichinta
      February 29, 2016

      apakah yang dimaksud TIDAK PUNYA agama itu adalah BERKEPERCAYAAN SHINTO? saran saya berdasarkan pengalaman ya;
      kalau masing-masing akan tetap pada WN-nya, otomatis harus menikah di kedua Negara. Di Jepang, agama tidak dijadikan soal, jadi menikah dengan beda agama tidak masalah. Di Indonesia, menikah berbeda agama menjadi hal yang sensitive.
      1. menurut saya orang yang berkepercayaan tetap punya hak untuk menikah. Masalahnya (kalau) kepercayaan Shinto apakah bias diterima di Indonesia.
      2. Agama Islam apakah bias menerima pernikahan campur? dengan kepercayaan Shinto bagaimana? Musti ditanyakan sejelas-jelasnya pada yang berwenang menjawab.
      3. apakah kabupaten tempat Natasya tinggal memperbolehkan pernikahan campur? silakan tanyakan pada petugas catatan sipil setempat.

      demikian saran saya. Semoga bermanfaat ^^

  3. Rere Styannes
    April 25, 2016

    Hi mbak Yufita,
    Saya mau tanya beberapa hal.

    1. Untuk menikah dengan WNJ, saya butuh N1 ? Bahasa Jepang saya hanya setara N4, sementara calon istri bisa berbahasa Indonesia dengan cukup baik.

    2. Apakah ada perbedaan menikah dengan WNJ beragama Shinto ?

    3. Soal kewarganegaraan setelah menikah, apa ada yang berubah ?

    Makasih banyak sebelumnya

    • yufitadwichinta
      April 26, 2016

      Hai, Rere.
      Saya jawab sesuai pengalaman saya ya.

      1. Tidak ada syarat level bahasa untuk menikah dengan WNJ. Bahasa akan sangat terasa diperlukan saat persiapan pernikahan, terlebih dalam hal mempersiapkan dokumen dan mengikuti prosedur pernikahan di kedua Negara. Kalau Anda berdua paham dua bahasa, tentu akan sangat membantu baik sebelum dan setelah menikah.

      2. Yang ini saya kurang tahu. Suami saya beragama Budha. Bersyukur karena agama Budha diakui di Indonesia. Sama seperti Natasya, penanya sebelumnya, mungkin perlu ditanyakan ke kantor catatan sipil setempat, apakah bersedia menerima penganut kepercayaan/agama Shinto untuk menikah dengan warganya.

      3. Kewarganegaraan saya tetap Indonesia dan tidak berencana berpindah kewarganegaraan. Begitu juga dengan suami. Karena saya WNI, maka secara hukum, saya dilindungi Negara Indonesia meski tinggal di Jepang. Dan menjadi makluk asing sehingga butuh visa untuk tinggal di sini.

      Masalah ini tentu berbeda pada tiap pasangan. Ada yang salah satunya ikut kewarganegaraan yang lain. Ada teman yang memilih menjadi WNJ mengikuti suami. Maka hak dan kewajibannya menjadi sama dengan WNJ.

      Keterangan jelasnya mungkin bisa ditanyakan di badan hukum Negara kita tentang prosedur dan pengaruh berpindah kewarganegaraan. Informasi mungkin juga bias ditambahkan dengan bertanya ke embassy of Japan di Jakarta.

      Selamat mempersiapkan pernikahan 🙂

  4. Novi
    November 2, 2018

    Mbk.. mau tanya.
    Saya domisili jateng jg.. calon saya wnj.
    Untuk mendapat CNI di kedutaan jepang itu. Harus bawa syarat apa aja ya dr jepang.?

Leave a comment

Information

This entry was posted on August 17, 2015 by in Special.