CAKRAMANGGILINGAN

berputar, mengikuti yang sudah ditetapkan

Cabe dan Capsaicin

Saya dan adik saya termasuk penggila sambal, terutama sambal terasi buatan Ibu kami. Dulu kami sering ngemil opak (kerupuk buatan sendiri dari sisa nasi beras dan jagung) dengan colekan sambal terasi Ibu. Rasanya aduhaiiiii lezatnya. Lalu suatu hari, kami berceloteh begini;

“Rasa pedas ini munculnya dari mana ya, mbak?!

“Dari mana ya? Mungkin dari buahnya, mungkin dari bijinya, tapi bukan tangkai buah karena selalu dibuang ya,”

Lalu adik saya iseng memisahkan biji dan buahnya dan mencicipinya satu per satu.

“Hah! Pedes semua!” kami ketawa sih. Tapi cukup puas dengan penelitian kami waktu itu dan menyimpulkan bahwa baik buah dan biji cabe sama-sama pedas.

“Nah, kalau bias mbesok kapan kita teliti secara ilmiah, kandungan apa yang menyebabkan rasa pedas ini,” demikian saran dan angan-angan kami.

Tahulah arti “mbesok” dalam Bahasa Jawa. Artinya ya kapan-kapan, kapan hari, entah kapan itu.

Lalu waktu saya belajar di Ibaraki University, saya berkesempatan untuk membantu kakak kelas saya. Betapa kata “mbesok” itu menjadi kenyataan bagi saya. Karena saya menganalisis kandungan Capsaicin cabe, yang notabene adalah senyawa yang menyebabkan rasa pedas cabe. Wow, kan.

Di Jepang, produk pertanian biasanya dibawa ke laboratorium untuk di-cek-kan kandungan senyawa-senyawa di dalamnya, terutama senyawa-senyawa yang bermanfaat. Maka para petani bias mempromosikan produk mereka dan mengunggulkannya dengan alas an ilmiah bahwa produknya mengandung senyawa A yang lebih banyak. Senyawa A ini bias meluruhkan lemak, baik untuk kesehatan, menambah kelenturan sel-sel kulit, dan sebagainya. Nah, orang Jepang suka dengan produk-produk yang akan menambah vitalitas dan kesehatan mereka. Laris manis deh.

img_8064

Balik kemasan produk

Di sini, cabe tidak sepopuler di Indonesia. Namun demikian, produk-produk yang menggunakan cabe lumayan juga, misalnya bubuk cabe untuk taburan makan ramen, campuran di dalam acar, bahan campuran dalam snacks, dan lain-lain. Dasar orang Indonesia yang gila cabe, mata saya berbinar-binar begitu melihat snack bergambar lombok Bandung, itu loooo cabe yang badan buahnya menggembung. Saat dimakan, pedesnya sangat menggigit. Nikmat, sampai-sampai gak bisa berhenti ngunyah snack itu. Penasaran dengan bahannya, ternyata ditulis di balik kemasan produk. Tertulis kalau rasa pedas diperoleh dari Akahachi yaitu varietas Habanero, tanaman chili pepper (tanaman yang buahnya saya sebut lombok Bandung). Ditulis juga cerita tentang Akahachi dan penggunaannya yang gak bisa saya baca. Tapi ada satu grafik yang sangat jelas memberi pengetahuan banyaknya kandungan Capsaicin di dalam Akahachi. Pembandingnya cabe biasa dan Habanero. Terkandung 2.8 mg Capsaicin dalam 1 g cabe dan 14.4 mg Capsaicin dalam 1 g Habanero. Akahachi secara luar biasa mengandung 50 mg Capsaicin dalam 1 g buahnya, alias 5% dari berat buahnya merupakan berat Capsaicin. Pantas saja pedasnya begitu nendang. Betul kan, kalau hasil lab bisa dijadikan pendukung untuk mempromosikan produknya. Karena cabe punya nilai jual di Capsaicin-nya, jadilah kekuatan Capsaicin ini diunggulkan.

Secara pribadi, saya puas luar dan dalam. Puas dengan rasa pedas yang nendang dan puas dengan pengetahuan di balik kemasan produk ini. Plus, jadi ingat kembali dengan kata “mbesok” yang sudah kesampaian dan hari ini dilengkapi ^^

 

The Seasoning

Leave a comment

Information

This entry was posted on March 1, 2017 by in Japan.